CANDI CETHO, CANDI RUWATAN

Salah satu yang bikin semangat ke Solo adalah berwisata religi ke Candi Cetho yang terletak di Desa Gumeng, Kec. Jenawi, Kab. Karanganyar, Jawa Tengah.  Untuk sampai ke Candi Cetho, bisa menggunakan bus dengan waktu tempuh kurang lebih 1,5 jam perjalanan.Sampai di terminal Tirtonadi, kita ganti kendaraan dengan menaiki bus lebih kecil karena perjalanan selanjutnya melalui jalan kecil dan sangat curam, sehingga tidak memungkinkan menggunakan bus besar. Melewati perkebunan teh dan kita akan diantarkan sampai pelataran parkir Candi Cetho.

candi bentar

Candi Cetho merupakan candi Hindu berbentuk punden berundak dibangun kira-kira pada abad ke-15 masehi masa akhir era majapahit. Lokasi Candi Cetho berada di lereng  gunung lawu pada ketinggian 1496 m di atas permukaan laut. Ketika ditemukan, Candi Cetho  berupa reruntuhan batu yang terdiri dari  14 teras atau punden bertingkat, memanjang dari teras paling rendah dari barat ke timur. Saat ini tinggal 13 teras, dan pemugaran dilakukan pada sembilan teras saja. Menapaki tangga menuju Candi bentar masuk, kami disambut umat hindu setempat yang berbaris sepanjang tangga dengan salam anjali. Depan gapura besar berbentuk  candi bentar, terdapat dua pasang arca penjaga. Pada undakan pertama atau teras ketiga setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Undakan kedua masih berupa halaman. Pada undakan ketiga terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho.

petilasan Ki Ageng Krincingwesi

petilasan ki ageng krincingwesi

Sebelum memasuki undakan kelima atau teras ketujuh, pada dinding kanan gapura terdapat tulisan pada batu dengan aksara Jawa Kuna berbunyi pelling padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397. Tulisan ini, ditafsirkan bahwa fungsi candi untuk menyucikan diri atau ruwatan dan penyebutan tahun pembuatan gapura, yaitu 1397 Caka atau 1475 Masehi. Di undakan ketujuh terdapat sebuah tataan batu mendatar di permukaan tanah yang menggambarkan kura-kura raksasa, surya majapahit , dan simbol phallus alat kelamin laki-laki sepanjang 2 meter dilengkapi dengan hiasan tindik bertipe ampallang.Pada undakan selanjutnya dapat ditemui jajaran batu pada dua dataran bersebelahan yang memuat relief cuplikan kisah Sudamala. Dua undakan berikutnya, memuat bangunan-bangunan pendapa yang mengapit jalan masuk candi. Pendapa-pendapa tersebut digunakan sebagai tempat persembahyangan.  Pada undakan ketujuh terdapat dua arca di sisi utara dan selatan. Di sisi utara merupakan arca Sabda Palon dan di selatan arca nayagenggong. Pada undakan kedelapan terdapat arca phallus, disebut "kuntobimo" di sisi utara dan arca Sang Prabu Brawijaya V dalam wujud mahadewa. Pemujaan terhadap arca phallus melambangkan ungkapan syukur dan pengharapan atas kesuburan yang melimpah atas bumi setempat. Pada teras ini juga terdapat bagunan tertutup tempat petilasan Mpu Supo, seorang mpu pembuat pusaka pada era pemerintahan Brawijaya V.Undakan terakhir  yakni kesembilan adalah undakan tertinggi sebagai tempat pemanjatan doa. Di sini terdapat bangunan batu berbentuk kubus.

relief sudamala dan surya majapahit

kura-kura atau bedawang nala

 

simbol phallus