SEJARAH PURA JAKSAN BEDULU, DARI SALAH SATU ARCA DI SINI KELUAR AIR
Kali ini, saya akan mengunjungi salah satu Pura tua di Desa Bedulu. Konon, di Pura ini tersimpan sebuah arca, yang pada hari-hari tertentu, akan mengeluarkan air atau tirtha. Kita akan mengungkap misteri yang tersimpan di pura ini.
Ini adalah sebuah pura tua di Desa Bedulu, Kecamatan
Blahbatuh, Gianyar, Bali, bernama Pura Jaksan. Pura ini terletak
di tengah-tengah permukiman masyarakat Bedulu.
Jero Mangku Jaksan mengijinkan melihat lebih dekat beberapa tinggalan arkeologi, yang ditempatkan dalam satu bangunan beratap yang hingga sekarang masih menjadi media pemujaan masyarakat setempat. Tinggalan arkeologi yang tersimpan di pura ini cukup terawat. Setelah mengamati seksama, saya menduga di area Pura Jaksan sekarang, dulunya berdiri sebuah candi? Apakah dugaan ini benar? Mari kita telusuri
Pura Jaksan menyimpan
peninggalan arca-arca kuno. Tinggalan arca ini sangat penting dalam mengungkap
sejarah keberadaan tempat suci ini.
Peninggalan arca-arca kuno di Pura Jaksan Bedulu |
Di posisikan paling tengah adalah arca yang cukup besar, yaitu Arca Durga Mahisasuramardini. Tinggi arca ini sekitar 100 cm dengan lebar 55 cm. Penggambaran arca Durga ini memang cukup populer di Bali. Arca yang serupa seperti ini juga ditemukan di Pura Dharma Kutri Buruan.
Dari ciri ikonografinya, arca ini memiliki tangan berjumlah 8 dan kedua kaki menginjak seekor kerbau. Menggambarkan penaklukan Dewi durga atas raksasa Mahisa. Arca digambarkan dengan sandaran, beralaskan padma yang sedang mekar. Pada bagian kepala memakai mahkota atau kiritamakuta, kedua telinga mengenakan anting-anting atau kundala, pada tangan mengunakan gelang atau kankana, hiasan pinggang atau kancidama, dan memakai kain sebatas lutut.
Di selatan Arca Durga
Mahisasuramardini, terdapat arca Siwa Mahaguru atau arca
Agastya, memiliki tinggi sekitar 110 cm dengan lebar 50 cm. Arca dengan
sikap berdiri ini digambarkan dengan sandaran di bagian belakang, berperut
gendut, kedua mata terpejam, dan berjenggot. Mengenakan mahkota atau kiritamakuta,
leher dihiasi dengan kalung atau hara, tangan kanan mengenakan
gelang atau kankana
dan kelat bahu pada lengan atau keyura, Tangan kanan membawa tasbih atau aksamala,
sedangkan tangan kiri sudah rusak. Sebelah kanan kepala terlihat senjata
trisula, merupakan laksana Dewa Siwa.
Selanjutnya terdapat Arca
Ganesa, berjumlah tiga buah, dua arca dengan sikap berdiri sedangkan satu
arca bersikap duduk dengan kedua telapak kaki bertemu atau kurmasana.
Parswa Dewata yang menempati relung-relung candi |
Tiga arca Dewaparswa ini, biasanya menjadi arca pengisi relung candi. Arca Durga Mahisasuramardini menempati relung di sebelah utara, Arca Agastya di relung sebelah selatan, dan relung pada bagian belakang (timur atau barat) diletakkan arca ganesa. Penempatan seperti ini bersumber dari kitab tantu panggelaran.
Keberadaan sebuah candi di Pura Jaksan juga diperkuat dengan adanya arca Mahakala, dengan tinggi
sekitar 70 cm dan lebar 50 cm. Biasanya arca Mahakala diposisikan pada sebelah kiri panil. Arca
digambarkan berdiri dan menyatu dengan stella. Raut
wajahnya sudah agak samar, rambut keriting, telingga memakai anting-anting,
leher berhias kalung (hara), sementara tangan kiri membawa
sejenis tameng, berikat pinggang (kancidama), dan kain yang dikenakan cukup
pendek hanya sebatas paha.
Keberadaan arca-arca ini menunjukkan pemujaan terhadap Dewa Siwa. Di Pura Jaksan juga ditemukan sebuah Lingga, tingginya sekitar 60 cm. Kondisi masih utuh, dengan bagian-bagian dari brahma-bhaga (berbentuk segiempat), wisnu-bhaga (berbentuk segi delapan), dan siwa-bhaga (berbentuk bulat lonjong). Keberadaan lingga sebagai symbol pemujaan terhadap Siwa dan yoni biasanya ditempatkan di ruang dalam bangunan suci atau garbhagrha. Hal ini memperkuat keberadaan candi Siwa di Pura Jaksan.
Bagaimana bentuk candi
yang diperkirakan berdiri di Pura Jaksan?
Di Pura Jaksan terdapat 2 buah miniatur candi. Miniatur candi merupakan
perwujudan bentuk candi dalam ukuran kecil. Kedua artefak miniatur candi di Pura
Jaksan, bagian atasnya sudah hilang, sehingga tidak dapat diidentifikasi bentuk
dari tubuh dan atapnya. Namun salah satu miniatur candi pada bagian pintu semu-nya
masih terlihat.
Dilihat gaya miniatur candi yang
ditemukan di Pejeng dan Bedulu menunjukkan kemiripan dengan gaya Candi
Singasari abad 12-14. Candi berbentuk ramping dengan atap menjulang dan
diakhiri dengan puncak kubus atau stupa.
Candi gaya Singasari tidak
memiliki pradaksinapatha, jika ada biasanya sempit. Pada dinding dihiasi
ragam hias sederhana berupa motif geometris, medallion, flora, fauna dan
reliefnya pipih, pintu dan relung dihiasi kala berdagu seperti singa.
Penelitian-penelitian terdahulu
terhadap miniatur candi di Jawa dan Bali menyimpulkan miniatur candi sebagai
objek pemujaan atau ritual dalam bentuk yang mudah dibawa (chala) dan
kemungkinan besar digunakan oleh pemiliknya dalam skala individu atau kelompok
kecil atau dalam upacara-upacara sebagai simbol dewa yang diarak.
Bentuk
miniatur candi di Pura Jaksan ini, dapat dijadikan petunjuk mengenai bentuk
dari bangunan candi yang pernah ada pada masa lalu.
Di Pura Jaksan juga ditemukan beberapa artefak lain saat perbaikan
pelinggih arca, Artefak lain yang ditemukan seperti fragmen bangunan, kemuncak
bangunan, dan fragmen arca. Perhatikan pragmen bangunan ini, masih bisa
diketahui relief muka dan tangan. Seperti relief dinding bangunan. Relief ini
tentu dilengkapi dengan bagian atas dan bawahnya. Fragmen bangunan lainnya
ditunjukkan dengan hiasan simbar yang indah, menunjukkan bagaimana megah dan
indahnya bangunan suci sebelumnya.
Terdapat pula batu padas persegi, seperti bekas tempat mengasah senjata,
tapi sukar ditelusuri berasal dari bagian bangunan sebelah mana. Kemuncak
bangunan salah satunya berbentuk perpaduan persegi panjang pada bagian bawah
dengan bulat lonjong di bagian atasnya.
Dari beberapa tinggalan arkeologi yang ada di Pura Jaksan Bedulu tersebut,
bisa memperkuat dugaan Bali History bahwa dulunya berdiri sebuah candi pemujaan
Siwa di lokasi Pura jaksan sekarang.
Apalagi berdasarkan data, keberadaan Pura Jaksan memiliki keterkaitan
dengan pusat kerajaan Bedahulu di Batahanyar yang lokasinya diperkirakan
di Pura Jero Agung sekarang, Pura Jero Agung diduga dulunya bekas
keraton raja Astasura Ratna Bhumi Banten. Sementara Pura Pengastulan
yang letaknya di sebelah utara Pura Jero Agung menjadi pura kerajaan, dan Pura
Kejaksaan atau yang kemudian disebut Jaksan identik dengan “Pengadilan”.
Mengenai Kerajaan di Batahanyar ini akan dibahas pada kesempatan lain.
ARCA GANESHA MENGELUARKAN AIR
Berdasarkan penuturan Jero
Mangku Jaksan, sering terjadi keanehan di Pura Jaksan. Di pura ini konon
terdapat banyak rencang-rencang Ida Bhatara berupa anak kecil, sehingga dibuat
sebuah taman di sisi utara bangunan pelinggih arca. Pada hari tertentu seperti rahina
purnama, salah satu arca di pura ini sering mengeluarkan air. Aneh tetapi ini
bener-benar terjadi. Dari tangan kiri arca berwujud Ganesha ini, kerap meneteskan
air. Sebuah sangku sengaja ditaruh di bawahnya untuk menampung tetesan air
tersebut.
Arca Ganesha yang meneteskan
air ini sangat unik. Sikap berdiri dan ini tidak banyak ditemukan di Bali. Perhatikan
pada bagian kaki, tangan serta perut arca dibelit ular. Penggambaran arca Ganesha dengan ornamen
berupa ular ini, bisa dikaitkan dengan peran penting Ganesha dalam kehidupan
masyarakat bedulu. Berdasarkan kajian ikonologi dan konteksnya, diketahui bahwa
ular merupakan representasi dari aspek-aspek kesuburan yang apabila digabungkan
dengan Ganesha sebagai representasi dewa pemberi kemakmuran. maka dapat
diinterpretasikan bahwa arca ini dibuat untuk keperluan pemujaan yang terkait
dengan perlindungan tanaman pangan sebagai salah satu bentuk keberlangsungan
hidup masyarakat masa lalu.
Arca Ganesha di Pura Jaksan Bedulu |
Pura Jaksan memang diselimuti banyak hal-hal gaib. Dan masih banyak misteri lain yang harus diungkap dari keberadaan salah satu pura tua di Bedulu ini.